Jumat, 14 September 2012 0 komentar

"Telur Ayam Kampung

Khasiat dan manfaat telur ayam sangat diperlukan oleh tubuh. Disamping harganya ekonomis dan terjangkau, kandungan zat gizi yang terkandung dalam telur ayam kampung sangatlah tinggi dibandingkan dengan telur ayam jenis lainnya.

Adapun kandungan zat gizi pada telur ayam sebagai berikut :
Telur ayam kampung mengandung kalori, protein, zat besi , retinol (vitamin A), Karbohidrat , Thiamin, vitamin E, lemak omega-3, vitamin C, vitamin D, beta karoten, protein, lecithin. Untuk meningkatkan khasiatnya dalam mengkonsumsi telur ayam kampung dapat dicampur dengan madu asli untuk menambah energi, atau dapat dipakai sebagai campuran minuman jamu.


Khasiat dan Manfaat Telur Ayam kampung bagi kesehatan :

1. Dapat menyembuhkan penyakit jantung koroner, kencing manis, maag atau usus besar.
2. Selain mengandung sumber energi juga mengandung sumber protein yang cukup. Energi yang dipakai untuk mengganti energi yang digunakan aktifitas dan berfikir sedangkan proteinnya diperlukan untuk mengganti bagian organ yang rusak.
3. Mempunyai kandungan kolesterol (pada kuning telur) cukup tinggi. Bagi yang mempunyai hipertensi atau hiperkolesterolemia (kandungan kolesterol dalam darah yang tinggi) harus hati – hati mengatur konsumsinya.
4. Membantu mengatasi kelelahan dan kecapaian tubuh, namun tidak dapat mengatasi seluruhnya karena badan masih membutuhkan waktu untuk mengistirahatkan organ tubuh
5. Penghilang kantung mata yang menonjol,
6. Mengecilkan pori-pori kulit, mengencangkan kulit, melembabkan kulit, mengurangi radang kulit,
7. Mengatasi rambut kering, menanggulangi kerusakan rambut dan lain sebagainya.


Untuk Pria Dewasa :
Untuk meningkatkan khasiatnya campur telur ayam kampung dengan madu asli,
energi Anda pasti akan pulih kembali.


Mitos-mitos seputar telur ayam kampung :

Mitos yang telah lama beredar di masyarakat bahwa jika makan telur ayam, berarti sama saja dengan makan kolesterol dalam jumlah banyak. Akibatnya, kandungan kolesterol di dalam darah akan meningkat dan menyebabkan penyakit jantung koroner.
Menururt ahli naturopati, Dokter Riani S. Budiharsana, N.M.D. “Mitos itu salah karena sesungguhnya telur ayam tidak mengandung kolesterol, melainkan mengandung protein dan lecithin yang tinggi, asalkan cara makannya dilakukan dengan benar,” katanya dalam sebuah kesempatan, baru-baru ini. Makan telur yang baik adalah dengan cara direbus setengah matang atau dimakan mentah. “Kuning telur mengandung satu zat yang disebut lecithin sejenis vitamin suplemen yang kalau dimakan justru bisa menurunkan kolesterol. Kuning telur full lecithin, tetapi yang perlu diperhatikan adalah cara masaknya,” tambahnya.
Telur kalau dimakan mentah, atau dimasak setengah matang, atau direbus, tidak akan menimbulkan kolesterol. “Jangan dimasak dengan panas yang tinggi, semisal digoreng, karena lecithinnya hilang dan berubah menjadi kolesterol,” kata Riani, ibu dua anak asal Bandung yang kini tinggal di Jakarta. la adalah dokter ahli naturopati, sebuah ilmu kedokteran yang melakukan pengobatan secara natural, menghindari obat-obatan kimiawi. Ilmu ini baru berkembang beberapa tahun terakhir di Indonesia.
Jadi, menurut Riani, tidak benar kalau seseorang dilarang makan telur, tetapi ia tetap makan makanan lain seperti roti, donat, dan makanan olahan lainnya karena kandungan kolesterolnya di dalam darah tidak akan turun. la menganjurkan agar makan telur 2 butir sehari dengan cara masak yang betul karena baik untuk kesehatan, termasuk bisa menunda pikun sampai 6 tahun.
Rabu, 12 September 2012 0 komentar

Mendahulukan Puasa Syawal daripada Puasa Qadha adalah Kesalahan?


Islamedia - Zaman sekarang orang begitu mudahnya menyalah-nyalahkan yang lain dalam melakukan suatu ibadah. Apalagi kalau tidak sesuai dengan perkataan ustadz, syaikh atau kyainya. Dirinya yang benar yang lain salah. Padahal pada masalah fikih ini sudah jelas-jelas telah disediakan ruang perbedaan di dalamnya.

Salah satunya adalah pada masalah mana yang didahulukan antara puasa Syawal dengan puasa qadha. Dalam sebuah artikelnya Muhammad Abduh Tuasikal langsung menghakimi salah kepada sebagian wanita yang langsung memulai puasa syawalnya daripada puasa qadhanya. Langsung juga melarang dan menganggapnya sebagai perbuatan sia-sia, tanpa pahala yang didapat.

Ketika saya tanya kepada teman diskusi tentang dalilnya kesalahan mendahulukan puasa Syawal daripada puasa qadha maka ada tiga dalil sama persis seperti yang diketengahkan Muhammad Abduh Tuasikal sebagai berikut:

Dalil Pertama:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh” (HR. Muslim no. 1164).

Dalil Kedua:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Tidaklah hambaku mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib hingga aku mencintainya” (HR. Bukhari no. 6502)

Dalil Ketiga:
Sa’id bin Al Musayyib berkata mengenai puasa sepuluh hari (di bulan Dzulhijjah),
لاَ يَصْلُحُ حَتَّى يَبْدَأَ بِرَمَضَانَ
“Tidaklah layak melakukannya sampai memulainya terlebih dahulu dengan mengqodho’ puasa Ramadhan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).

Dalil pertama semua sudah sepakat bahwa dalil itu adalah dalil tentang anjuran dan keutamaan puasa enam hari di bulan syawal. It’s Ok. Tetapi ketiga-tiganya itu tidak menunjuk secara khusus adanya larangan mendahulukan berpuasa sunnah Syawal daripada puasa qadha Ramadhan. Sebagaimana juga tidak ada dalil khususnya tentang larangan mendahulukan puasa qadha daripada puasa Syawal.

Ulama yang membolehkan mendahulukan puasa syawal tidak memakai dalil yang kedua yaitu hadits qudsi itu sebagai pelarangan mendahulukan puasa sunnah. Lengkapnya dalil kedua ini sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman: "Barangsiapa yang memusuhi waliKu, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. HambaKu tidak mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang paling Aku sukai dari pada sesuatu yang Aku fardhukan atasnya. HambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan sunnat-sunnat sampai Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya maka Aku menjadi pandangan yang untuk mendengarnya, penglihatan yang untuk melihatnya, tangan yang untuk menamparnya dan kaki yang untuk berjalan olehnya. Jika ia memohon kepadaKu, niscaya Aku benar-benar memberinya. Jika ia memohon kepadaKu, niscaya Aku benar-benar melindunginya. Dan Aku tidak bimbang terhadap sesuatu yang Aku lakukan seperti kebimbanganKu terhadap jiwa hambaKu yang beriman yang mana ia tidak senang mati sedang Aku tidak senang berbuat buruk terhadapnya". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).

Dalil yang dipakai dalam pembolehan ini adalah dalil Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyebutkan:
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku dahulu masih punya utang puasa dan aku tidak mampu melunasinya selain pada bulan Sya’ban”(HR. Bukhari no. 1950).

Artinya apa? Ulama menafsirkan masih dimungkinkannya untuk membayar puasa Ramadhan sampai bulan Sya’ban sebelum Ramadhan berikutnya. Syari’at memberi ruang keleluasaannya bagi mereka yang punya udzur untuk mengqadha setelah bulan Syawal. Atau dengan kata lain seseorang bisa mengambil jalan tengah untuk bersegera mengambil puasa Syawal dan setelah itu bersegera melaksanakan puasa qadha tanpa tunggu apa-apa lagi.

Walau ada juga ulama lain yang menafsirkan bahwa Aisyah melakukannya karena sibuk mengurus Baginda Kanjeng Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lagi-lagi ini kembali bagaimana para ulama memahami dan mengambil hadits ini sebagai landasan hukum suatu peribadatan. Dan yang perlu diingat Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak pernah tahu sampai kapan beliau masih hidup dan akan meninggal.

Sedang dalil yang ketiga ini adalah kaitannya dengan puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah bukan puasa Syawal. Kalau ada yang mengatakan bahwa dalil ini bisa dikaitkan dengan puasa syawal karena sama-sama puasa sunnah maka ini dikembalikan lagi kepada tafsir ulama memahami dalil ini. Sebagian ulama memakai dalil ini dan sebagian lainnya tidak. Bukankah yang biasanya kaku itu sering memakai dalil khusus untuk menghukumi sesuatu? Yang dari Sa’id bin Musayyib bukan dalil khusus.

Yang terpenting adalah saya yang juga sebagai penuntut ilmu meminta dengan sangat untuk diterangkan dan dipahamkan apakah yang dari Sa’id bin Musayyib ini merupakan perkataan Nabi atau merupakan perkataan Sa’id bin Musayyib sendiri yang merupakan tabi’in senior di zamannya. Seringkali yang awam seperti saya ini sering kecele kalau setiap yang dari Bukhari adalah hadits Nabi.

Kalau saya lihat, dalil itu bukan hadits Nabi karena Muhammad Abduh Tuasikal pada hadits Bukhari lainnya mampu menyebut HR (hadits riwayat) Bukhari dan mencantumkan nomor haditsnya. Dalil itu menurut saya yang bodoh ini merupakan ijtihad dari Sa’id bin Musayyib sendiri yang dikenal sebagai ulama yang mumpuni. (Soal ini saya serahkan kepada para ahlinya).

Muhammad Abduh Tuasikal juga menulis dalam artikelnya bahwa untuk mendapatkan keutamaan puasa setahun penuh, puasa Ramadhan haruslah dirampungkan secara sempurna, baru diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal. Dalilnya? Enggak ada. Lagi-lagi ini adalah ijtihad yang ulama lain pun bisa mengambil ijtihad yang berbeda. Benar dapat dua pahala, salah dapat satu pahala.

Jika ada yang mengatakan bahwa tidaklah mengapa wanita tidak melaksanakan ibadah sunnah ini karena masih banyak ibadah utama lainnya yang tidak dapat dikerjakan oleh laki-laki, kita kembalikan kepada hukum awal daripada puasa enam hari di bulan Syawal yakni sunnah: dikerjakan dapat pahala, ditinggal tidak dapat apa-apa atau tidak berdosa. Laki-laki pun jika meninggalkan perbuatan sunnah ini juga tidak berdosa. Tetapi saya katakan: baik perempuan ataupun laki-laki yang meninggalkannya sayang saja atau rugi, karena ia tidak mendapatkan pahala mengikuti sunnah nabi dan pahala puasa setahun penuhnya.

Bagi saya tidak masalah orang mau mengambil yang mana. Apakah dia mau mengambil puasa Syawal dahulu atau puasa qadhanya? Semua punya dalil masing-masing. Mana yang lebih kuat? Subyektif jawabnya. Ulama lain menganggap bahwa bolehnya puasa Syawal didahulukan daripada puasa qadha didukung dalil yang kuat tetapi itu belum tentu kuat buat ulama yang lain. Sebagaimana ada ahli hadits yang menguatkan satu hadits tetapi ulama lain melemahkan hadits tersebut.

Yang masalah bagi saya adalah pada yang menyalah-nyalahkan satu sama lain bahkan sampai menganggap sebagai perbuatan yang sia-sia tanpa pahala sedikitpun. Terlalu berani. Padahal dalam masalah ini—mengutip Ahmad Sarwat—tak satupun yang melanggar batas halal haram ataupun wilayah akidah.

Saya jadi ingat perkataan seorang ulama yang mengatakan: "Para ulama adalah orang-orang dengan keluwesan (tawsi'a). Mereka yang berfatwa tidak pernah berhenti untuk berbeda, sehingga seorang membolehkan sesuatu, sedangkan yang lainnya melarangnya, tanpa menyalah-nyalahkan yang lainnya ketika dia tahu pendapat lainnya."

Wallaahua’lam bishshowab.
Semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita semua.


sumber: http://www.islamedia.web.id/2012/08/mendahulukan-puasa-syawal-daripada.html
Senin, 10 September 2012 0 komentar

Saat Senja di Ibu Kota



foto ini diambil 9 may 2011 @gudang pelayanan lt.13 gedung MTO... kapan bisa ke tempat ini lagi,,?? tempat "bersemedi" Heheee...
0 komentar

Puisi BJ Habibie utk almarhum istrinya

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.

Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,

dan kematian adalah sesuatu yang pasti,

dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,

adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,

pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,

aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,

tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,

Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,

kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,

cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

selamat jalan,

calon bidadari surgaku ....


BJ.HABIBIE
Sabtu, 08 September 2012 19 komentar

"Daun Sungkai"

a. Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh


Sungkai adalah jenis pohon yang tumbuh pada daerah tropis. Jenis ini termasuk kedalam suku Verbenaceae dengan berbagai nama daerah seperti Jati sebrang atau ki sebrang (Sunda), Jati Sumatra (Sumatra Selatan), Sungkai atau kayu lurus (Kalimantan Selatan). Daerah penyebaran adalah Bagian Barat Kepulauan Indonesia yaitu Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Anonim, 1980)..

Sungkai tumbuh di hutan sekunder pada berbagai jenis tanah dan tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang baik, namun biasanya tumbuh baik pada tanah yang cukup mengandung air, seperti di tepi sungai dan secara bermusiman tergenang air tawar. Sungkai tahan terhadap persaingan alang-alang dan terhadap kebakaran. Sungkai paa umumnya tumbuh baik pada ketinggian 0-600 meter dpl dan pada daerah yang mempunyai tipe iklim A-C menurut tipe curah hujan Schmidth dan Ferguson.


b. Ciri-ciri Botanis


Tanaman sungkai merupakan tanaman kayu-kayuan yang bisa mencapai tinggi 20-30 meter, dengan diameter batang mencapai 60 cm atau lebih. Tinggi batang bebas cabang bisa mencapai 15 meter.


Bentuk batang lurus dengan lekuk kecil, tapi kadang-kadang bentuk batangnya jelek akibat serangan hama pucuk. Kulit berwarna abu-abu atau sawo muda, beralur dangkal mengelupas kecil-kecil dan tipis. Penampang kulit luar berwarna coklat, kuning atau merah muda. Kayunya berteras dengan warna sawo muda. Rantingnya penuh dengan bulu-bulu halus.

Tajuk tanaman berbentuk bulat telur dan pada umumnya kurang rimbun. Daun mejemuk bersirip ganjil, letak berpasangan dan anak-anak daun letaknya berpasangan atau berselang-selang, lancip, melancip pada ujungnya, anak daun dibagian bawahnya tertutup rapat dengan bulu-bulu halus. Bentuk buah kecil-kecil dan letak bunga berpasangan serta berkedudukan malai. Perakaran menyebar dangkal, tidak tahan terhadap kekuranagn zat asam lebih dari 10 hari (Anonim, 1979 dan Anonim, 1980).


c. Manfaat dan Keguanaan

Kayu Sungkai termasuk kayu kelas awet III dan kelas kuat II – III, serta berat jenis 0,63. Kayu ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan lantai, papan dinding, mebel, patung, ukiran dan kerajinan tangan. Selain hal tersebut sungkai juga dapat diolah menjadi finir mewah karena memiliki nilai dekoratif, kulitnya dapat digunakan dinding lumbung padi. Begitu pula daunnya digunakan sebagai obat sakit gigi dan demam panas (Anonim, 1993).

Sekilas diatas merupakan keterangan dari pohon sungkai. mungkin tidak banyak orang yang tahu khasiat dibalik daun sungkai sampai saya menemukan suatu artikel di forum diskusi yang menyatakan bahwa daun ini sangat bermanfaat bagi suami istri yang mendambakan momongan (tentunya atas izin Alloh SWT, dan kita sebagai hamba-Nya hanya bisa berikhtiar, dan salah satunya dengan meminum rebusan daun sungkai ini. Mudah-mudahan saja, Aamiiin.)

Agar lebih jelas berikut petikan dari forum diskusi (http://health.groups.yahoo.com/group/asiforbaby/message/180995

Tips cepat hamil dengan rebusan daun sungkai 

Tertarik dengan pengalaman dan ingin share alhamdulillah kalau catatan ini bs
menolong, dulu pernah share jg di milist ini, tp itu hanya trik dalam hubungan
suami istri aja, krn aku masih ga percaya saat itu bhw yg bikin hamil adalah
sungkai, setelah banyak orang yang membuktikannya baru deh percaya dengan
khasiatnya. ..

Pernah dengar daun sungkai?? Yang aku tau itu bahasa hanya di palembang, ya di
palembang, kalo di luar palembang mungkin tumbuhan itu ada tapi lain bahasa,
rasanya pahit banget n warnanya setelah di rebus ungu pekat,dan tumbuhnya hanya
di hutan yang masih perawan, bersyukurlah kalau sista tinggal di palembang or
ada saudara di palembang, coba tanyakan rahasia nenek moyang tsb…


Aku sendiri sudah membuktikannya, hampir tiga tahun ga pny baby, setelah minum
sungkai itu sekali, bulan depannya alhamdulillah langsung mandeg, adik ipar ku
setahun kosong, minum sungkai sekali langsung mandeg jg bulan depannya (padahal
waktu itu niat bareng minum bersamaan adik ipar, tp adik ga tahan dengan rasanya
yang pahit, jadi dia ga ikut minum, after bulan depan aku mandeg, baru dia mau
nyoba, alhamdulillah dia hamil, jadi baby kami cm beda satu bulan ;D

Tetangga depanku udah 39thn ingin pny baby lagi (sebelumnya dia janda dan
menikah lagi, anak terakhir udah smp), dia tanya2 sm aku yg pengalaman minum
sungkai, dia menikah udah setahun ga dapet jg, dibulan pertama dia minum satu
kali ternyata ga mandeg, di bulan ke dua dia minum lagi, alhamdulillah mandeg,
dan dua bulan lagi si jabang bayi lahir mudah2an lahir dengan selamat, amiin..
Tetangga samping aku udah pny baby satu dan ingin nambah lagi, tp setelah lepas
KB hampir 2 tahun ga dapet2 jg, dia minum sungkai sekali bulan depan pun
mandeg, dan lahirnya pun insya allah bareng sm tetangga depanku, hehe, janjian
kali yaaaa…

Yang terakhir ayu aku, dia asli orang palembang juga skr tinggal di cibubur, tp
ditanyain daun sungkai dia ga paham, pas aku ke jakarta april lalu aku bawain
daun sungkai alhamdulillah bulan mei ini dia mandeg, sekarang lagi lesu lunglai
dan bawaannya tidur mulu katanya….

Sista, kita berusaha itu bisa apa saja, tradisional boleh medis pun boleh, yang
penting aman. Dari orang2 disekeliling aku aja udah banyak yg membuktikan,
sungkai bisa jd alternatif untuk di coba, kita hanya berusaha, tetap Allah SWT
yg Maha Kuasa, sekian share dari saya, mudah2an berguna untuk sista2 yang
merindukan si buah hati..
Semoga bisa membantu.. ;D
Be Regards,


Umi Aca
FaceBook Herlin.Setiawati
0 komentar

"Berhenti Sejenak"


“Marilah kita duduk sejenak untuk beriman”
(Muadz bin Jabal)

“Marilah kita beriman sejenak.
Sesungguhnya hati lebih cepat berbolak-balik
daripada isi periuk yang sedang menggelegak”
(Ibnu Rawaahah, kepada Abu Dardaa’)

Bobby De Porter dalam bukunya Quantum Learning memberikan satu tips penting dalam teknik membaca. Dia berkata, agar apa yang kita baca melekat di benak, maka perbanyaklah jeda saat membaca. Hal ini terkait hasil penelitian tentang cara kerja otak di mana otak kita memiliki kemampuan menerima informasi yang penuh (100%) saat pertama kali membaca, namun akan terus berkurang selama proses membaca tersebut.



Memang demikianlah adanya. Kita manusia penuh dengan keterbatasan. Otak yang seringkali mampu menemukan banyak kejadian luar biasa pun memerlukan jeda untuk kemudian bisa kembali bekerja.

Bukan hanya otak (akal) saja yang membutuhkan jeda. Raga dan jiwa, sebagai elemen yang ada pada diri manusia, juga membutuhkannya. Saat seseorang memekerjakan raganya terus-menerus, pasti akan ada saatnya rasa lelah, letih, penat datang sebagai sinyal yang mengarahkannya untuk berhenti sejenak.

Berhenti sejenak bukan berarti mematahkan langkah dan menjauhkan dari tujuan. Berhenti sejenak berbeda dengan diam. Karena ibarat berkendaraan, berhenti sejenak dapat menghilangkan kantuk dan memulihkan kembali stamina tubuh. Ia seperti halnya seekor burung yang hinggap di pepohonan, menghimpun tenaga untuk kemudian kembali terbang lebih jauh. Sama halnya dengan kereta yang berhenti di setiap stasiun untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, mengisi bahan bakar, mengecek mesin agar perjalanan selamat hingga ke tujuan. Ibarat musafir yang beristirahat seraya mencocokkan arah kompas, mengukur peta dan memeriksa bekal perjalanan.

Begitu pentingnya jeda dalam kehidupan ini, sehingga Rasulullah saw tidak menyudutkan Hanzalah atas segenap perasaan yang ditumpahkan kepada beliau saat merasakan aroma kemunafikan yang menghinggapinya.

“Ketika aku bersamamu ya Rasulullah, aku merasakan seolah-olah syurga dan neraka itu sangat dekat. Lantas air mataku mengalir. Tapi, di rumah aku bersendagurau bersama anak-anak dan isteriku . Tidakkah aku ini seorang munafik ya Rasulullah?”, ujar Hanzalah.

Rasulullah tersenyum, lalu bersabda,“Demi yang jiwaku di tanganNya andai kalian tetap seperti kalian di sisiku dan terus berdzikir niscaya para malaikat akan berjabat tangan kalian, sedang kalian berada di atas tempat tidur dan di jalan raya, akan tetapi wahai Hanzalah, ada waktumu (untuk beribadah) dan ada waktumu (untuk duniamu)”. – HR. Muslim

Tentu pula kita ingat bagaimana kisah Salman Al Farisi bersama sahabatnya, Abu Darda. Ia pernah tinggal bersama Abu Darda beberapa hari lamanya. Sedang kebiasaan Abu Darda beribadah di waktu malam dan shaum di waktu siang. Salman melarangnya berlebih-lebihan dalam beribadah seperti itu.

Pada suatu hari, Salman bermaksud hendak mematahkan niat Abu Darda untuk shaum sunnah esok hari. Dia menyalahkannya, “Apakah engkau hendak melarangku shaum dan shalat karena Allah?” kata Abu Darda. Salman menjawab, “Sesungguhnya kedua matamu mempunyai hak atas dirimu, demikian pula keluargamu mempunyai hak atas dirimu. Di samping engkau shaum, berbukalah dan di samping melakukan shalat, tidurlah!” Peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Sungguh Salman telah dipenuhi dengan ilmu”.

Satu lagi kisah dalam kehidupan orang-orang shalih terdahulu, ketika ada beberapa orang sahabat Nabi saw. bertanya secara diam-diam kepada istri-istri Nabi saw. tentang amal ibadah beliau. Lalu di antara mereka ada yang mengatakan, “Aku tidak akan menikah dengan wanita.” Yang lain berkata, “Aku tidak akan memakan daging.” Dan yang lain lagi mengatakan, “Aku tidak akan tidur dengan alas.” Mendengar itu, Nabi saw memuji Allah dan bersabda, “Apa yang diinginkan orang-orang yang berkata begini, begini! Padahal aku sendiri shalat dan tidur, berpuasa dan berbuka serta menikahi wanita! Barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR Muslim dari Anas ra)

Begitu pula dengan kehidupan Rasulullah saw sendiri. Kita pernah mendapati kisah beliau yang menyaksikan permainan tombak dari kaumHabsyi bersama Aisyah ra . Dan beliau juga, suatu ketika, melakukan lomba lari bersamanya.

Sungguh, berbagai kisah di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa Rasulullah saw dan para shahabat memenuhi hari-hari mereka dengan ibadah kepada Allah SWT. Dan di antara kesibukan beribadah itu, mereka sempatkan untuk mengambil jeda menghibur jiwa bersama orang-orang yang dicinta.

Sekarang, marilah kita tengok kehidupan kita. Akankah kita melakukan jeda dari segenap kesibukan duniawi untuk kemudian bermunajat kepada Allah, menanamkan kembali rasa syukur atas setiap curahan rahman dan rahimNya yang telah lama kita abaikan? Akankah kita merasa perlu untuk berhenti sejenak menghisab diri untuk kemudian bertaubat menyungkur sujud kepada Sang Khaliq, meraih kembali kekokohan iman yang kini sudah kian rapuh?

“Yaa Bilal, arihna bi shalaah.” Demikian kata Rasulullah saw kepada Bilal. “Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan shalat.’ Dan, Rasulullah pun mengistirahatkan diri dengan shalatnya, merasakan kesejukan dan kesenangan di dalamnya, sebagaimana pula sabda beliau, “Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain (sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat.”

Demikianlah, Allah sang Khaliq Maha Tahu keadaan makhlukNya, Dia berikan kesempatan kepada kita untuk berhenti sejenak dalam terminal-terminal kehidupan. Dalam sehari ada lima waktu jeda untuk melakukan shalat. Dan dalam setiap bilangan tahun, ada Ramadhan.

sumber: www.fimadani.com
 
;